MATA KULIAH
ASPEK HUKUM DALAM EKOMONI
Freeport Indonesia
Sejarah
Awal mula PT
Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik
untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda
Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga
Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya
yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya
ada di Tanah Papua.
Catatan
pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang
dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun
1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman
melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16
Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada
bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan
kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun
ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang
disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal
perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali
dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915.
Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat para ilmuwan
sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa
ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A.
Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak
Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz
belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat
di pantai selatan.
Pada
pertengahan tahun 1930, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah
pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka
untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah
pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun
1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih,
lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah
seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang
mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan
kawan lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport
Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di
bawah dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk
mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan
menganalisanya serta melakukan penilaian.
Pada awal
periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera
melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun
dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan,
pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang
Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan
tertinggi Freeport di masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang
untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada zaman
Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan
Jendral Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan
dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar
Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi
pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk
meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama
Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa
Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya
adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967
wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi,
banyak penduduk yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah
sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat.
Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah
penduduk yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk
di sekitar selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun
1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga
membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di
daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto
menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama
Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk
Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia.
Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris
Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari
Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan
Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota
delegasi dalam perjanjian Renville.
Kontrak karya
Sejarah kontrak karya
- 1936 – Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’.
- 1960 – Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’.
- 1967 – Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak mulai beroperasi tahun 1973.
- 1988 – Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang.
- 1991 – Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi akan berakhir pada tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x10 tahun (sampai tahun 2041).
Luas wilayah
- Eksplorasi KK-A = 10.000 Ha
- Eksplorasi KK-B = 202.950 Ha
Luas wilayah KK Blok B terakhir seluas 212.950 hektare tersebut hanya tinggal 7,8% dari total luas wilayah eksplorasi pada tahun 1991.
- 1991 = 2,6 juta Ha
- 2012 = 212.950 Ha
Investasi
- 8,6 miliar dengan perkiraan tambahan investasi sebesar USD 16-18 Miliar untuk pengembangan bawah tanah ke depan.
- 94% total investasi tambang tembaga di Indonesia
- 30% total investasi di Papua
- 5% total investasi di Indonesia
Cadangan terbukti
2,52 Miliar ton bijih:- 0,97 gram/ton tembaga
- 0,83 gram/ton emas
- 4,13 gram/ton perak
Penerimaan negara
PTFI telah membayar PPh Badan lebih tinggi dari tarif UU yang kini berlaku. Pembayaran ini merupakan porsi terbesar dalam pembayaran ke penerimaan Negara. UU PPh Nasional 25% sementara PPh Badan PTFI 35%. Sejak tahun 1999, PTFI secara sukarela telah melakukan pembayaran royalti tambahan untuk tembaga, emas dan perak jika produksi melebih tingkat tertentu yang disetujui.Produksi
40% produk konsentrat PTFI dikirim ke PT Smelting Gresik PTFI membangun pabrik peleburan tembaga (smelter) pertama di Indonesia, yaitu PT Smelting tahun 1998. Kami memasarkan konsentrat dengan harga pasar berdasarkan kontrak jangka panjang dengan sejumlah smelter internasional, dan akan tetap menghormati kontrak-kontrak tersebut.Divestasi
PTFI mendukung penuh semangat nasional yang digagas dalam UU Minerba dan telah secara konsisten menerapkannya. Saat ini 18,72% sebelum terdelusi dari 20%, saham PTFI dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan PT Indocopper Investama masing-masing 9,36%. Berkaitan dengan IPO, PTFI menyambut baik gagasan tersebut dan sedang melakukan pengkajian.Pembangunan berkelanjutan
Semua pengertian tentang program pengembangan masyarakat PTFI harus didahului oleh pengertian tentang sejarah Papua. Pertama kali PTFI beroperasi pada tahun 1967, masyarakat Papua merupakan masyarakat pra-moderen. Pada saat itu, masyarakat di sana memiliki tingkat baca-tulis yang sangat rendah, rentan terhadap wabah penyakit seperti malaria, dan hidup dalam kemiskinan. Lokasi yang terpencil dan medan yang sulit ditempuh membuat situasi kurang kondusif.Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat PTFI difokuskan untuk membantu masyarakat setempat untuk membangun program ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kemampuan baca-tulis, memberikan pelatihan-pelatihan kejuruan, dan mengadakan program kesehatan yang memadai.
Investasi
- USD 110,9 juta investasi di program pembangunan berkelanjutan di Papua selama 2012.
- USD 68,14 juta program pengembangan sosial melalui dana operasional.
- USD 39,36 juta program pengembangan masyarakat melalui dana kemitraan.
Pengembangan bisnis lokal
Pendapatan usaha kecil tahun 2012: Rp 91,1 miliarPembinaan pengembangan bisnis bagi sekitar 220 usaha kecil dan menengah serta usaha lokal dan menciptakan lebih dari 1.000 lapangan kerja bagi masyarakat lokal.
Dana berputar dari Yayasan Bina Utama Mandiri (YBUM) pada tahun 2012 adalah Rp 6,9 miliar. Sejak dimulai, Rp35,3 miliar dari pinjaman usaha telah disediakan bagi 220 usaha. Pelunasan pinjaman sebesear 112%
Pembinaan dilakukan terhadap 317 nelayan di 19 desa, bekerjasama dengan Keuskupan Mimika. Produksi tangkapan ikan 57,5 ton.
Penjualan tahunan Yayasan Jayasakti Mandiri (Peternakan Ayam di SP IX & XII) sebesar Rp 19,9 miliar. YJM mempekerjakan lebih dari 472 pekerja dari Papua.
Hingga Desember 2012, sebanyak 227 petani mitra di 5 desa Kamoro dan 24 petani mitra di desa Utikini Baru dan Wangirja menerima bantuan pelatihan, bibit, pendampingan dan pemasaran produk sayuran.
Sebanyak 92 petani kopi organik berpartisipasi dalam pengemangan kopi di Moenamani dan Wamena, serta memperoleh perpanjangan sertifikasi organic dari Rainforest.
Program kesehatan
Penyedia layanan rumah sakit terbesar bagi komunitas Timika dengan lebih dari 156.860 pasien rawat jalan dan rawat inap di 2 rumah sakit. 1.338.806 pasien telah dilayani di RS Mitra Masyarakat tahun 1999-2012. 303.459 pasien telah dilayani di RS Waa Banti tahun 2002-2012.Community Public Health & Malaria Control PT Freeport Indonesia (CPHMC-PTFI) bekerjasama dengan LPMAK, KPA Mimika dan Dinas Kesehatan memberikan pelatihan relawan AIDS kepada 32 orang dari Tujuh Suku di SP 9, SP 12, Pomako, Nawaripi dan Kwamki Lama.
CPHMC melakukan penyuluhan dan konseling HIV & AIDS kepada sekitar 17.000 orang dewasa dan remaja di Kabupaten Mimika serta membagikan sekitar 20.345 kondom.
Jumlah peserta kegiatan sosialisasi dan penyuluhan kesehatan tahun 2012 oleh CPHMC mencapai 130.335 dengan berbagai topik seperti: Nutrisi, penyakit menular seksual, malaria, TB, kebersihan lingkungan, dan kesehatan ibu & anak.
Terlibat dalam penyusunan rencana strategis kabupaten untuk penanggulangan malaria serta rencana strategis air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL).
Jumlah kasus TB yang ditemukan di klinik TB yang dikelola CPHMC mengalami penurunan sebesar 11%. Diperkirakan upaya sosialisasi pendekatan penanganan lewat DOTS (Direct Observe Treatement Shortcourse), kegiatan pelatihan bagi 24 petugas puskesmas, pustu dan para bidan di 6 desa, serta pelatihan penanganan pasien TB bagi 16 kader PMO (Pengawas Minum Obat) dapat memberikan dampak positif penanggulangan TB.
Terjadi penurunan jumlah kasus TB di klinik CPHMC sebesar 11%.
Program pendidikan
Pelatihan dan pengembangan dilakukan di Institut Pertambangan Nemangkawi, yaitu pusat pelatihan berbasis kompetensi yang menyediakan pengembangan masa magang, khususnya bagi peserta dari Papua.- 3.800 siswa magang
- 90% siswa asli Papua
- 10% non-Papua
- 1.800 siswa sudah bekerja di PTFI dan kontraktornya
Sampai dengan 2012, Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme & Kamoro (LPMAK) melalui dana kemitraan telah menyediakan beasiswa bagi 8.772 pelajar. Sejak dimulainya program ini, 3.697 pelajar dari SMA sampai dengan program magister telah lulus. Pada tahun 2011, LPMAK memberikan beasiswa aktif bagi pelajat sekolah dasar sampai dengan mahasiswa Universitas.
Peserta Beasiswa LPMAK berdasarkan suku
- 44% Amungme (269)
- 19% Kamoro (107)
- 4% Damal (24)
- 6% Dani (44)
- 11% Mee (66)
- 7% Moni (48)
- 6% Nduga (38)
- 2% Papua lainnya (15)
- 1% Luar Papua (7)
Kelulusan berdasarkan jenjang studi
- SMU/SMK 59%
- D-3 9%
- S-1 30%
- S-2 2%
Kelulusan tingkat sarjana berdasarkan bidang studi
- 31% Sosial (8)
- 4% Teknik (1)
- 27% Ekonomi (7)
- 38% Lain-lain (10)
Ketenagakerjaan
Kebijakan PTFI adalah untuk memberikan kesempatan bekerja yang sama kepada seluruh masyarakat. PT Freeport Indonesia juga menjunjung tinggi hak pekerja sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. PTFI juga memiliki komitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan sudah secara tegas memberlakukan dan menegakkan kebijakan hak asasi manusia di dalam perusahaan.PTFI memiliki Komitmen dan Kebijakan yang kuat dan tegas terhadap Hak Asasi Manusia. Komitmen untuk menyediakan peluang bagi pembangunan sosial, pendidikan, dan ekonomi yang dinyatakan melalui peraturan ketenagakerjaan sosial dan kebijakan Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2012 PT Freeport Indonesia mempekerjakan lebih dari 11.700 karyawan langsung dan lebih dari 12.400 karyawan kontraktor.
Jumlah karyawan langsung PTFI: 64,04% Non Papua, 34,63% Papua, dan 1,33% Asing.
Jumlah karyawan PTFI + Perusahaan mitra dan kontraktor, termasuk Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN): 97,8% Indonesia, 2,20% Asing.
Sejak tahun 1996 perusahaan telah menggandakan jumlah karyawan Papua. Dalam 10 tahun, jumlah karyawan Papua di tingkat staff meningkat 4 kali lipat, jumlah staf karyawan Papua di tingkat supervisor 6x lipat.
Karyawan Papua memegang fungsi strategis manajemen di PTFI: 5 Vice President dan 36 Jajaran Manajerial.
Pada tahun 2003 dibangun Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN) untuk memberikan kesempatan mengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap maupun perilaku yang profesional di bidang operasi dan penunjangnya. Program magang 3 tahun dengan 4 bulan masa belajar off job dan 8 bulan on job. IPN mengikuti standar nasional dan peraturan dari ESDM serta standar internasional lainnya.
- 3.800 Siswa magang
- 20 Jenis keterampilan
- 90% siswa asli Papua
- 1800 Siswa sudah bekerja di PTFI dan kontraktornya
PTFI berupaya menciptakan lingkungan kerja yang aman dan kami menjadikan “Keselamatan sebagai budaya” dalam organisasi PTFI. PTFI memiliki satu catatan terbaik dalam industry sumber daya alam, tapi yang terpenting bagi PTFI adalah tidak terjadinya kecelakaan.
Manajemen lingkungan
Semua industri, termasuk pertambangan, memiliki dampak lingkungan yang tidak dapat dihindari, baik dalam positif maupun dampak negatif, sehingga terjadi pertukaran antara manfaat lingkungan dan dampak lingkungan. Pemerintah Indonesia memutuskan bahwa tambang ini sangat penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia, dan pemerintah telah mengatur bagaimana PTFI menjalankan proyek ini agar dapat memberikan manfaat ekonomi yang diinginkan oleh Indonesia, sementara sedapat mungkin mengurangi dampak negative terhadap lingkungan. PTFI juga berkomitmen untuk merehabilitasi area yang terkena dampak ketika area tersebut tidak digunakan lagi untuk kegiatan operasi.Standarisasi, audit, dan sertifikasi
Perusahaan pertambangan pertama di Indonesia yang disertifikasi berdasarkan Sistem ISO 14001. Sertifikasi ISO 14001 selama 10 tahun terus menerus.Mengadopsi prinsip Kerangka Pembangunan Berkelanjutan dari International Council on Mining and Metals (ICMM).
Audit eksternal independen tiga tahunan pengelolaan lingkungan PTFI yang dilakukan sejak tahun 1996.
Inisiatif transparansi industry ekstraktif (EITI) Komitmen perusahaan yang menyingkap semua pendapatan dan pembayaran di Negara-negara tempat kami beroperasi.
Audit Internal Lingkungan Tahunan Dilakukan oleh konsultan (Crescent Technology) dan perusahaan induk (Freeport McMoRan Copper & Gold.)
Audit PROPER dan Inspeksi Lingkungan Pertambangan. Mengikuti audit dan inspeksi dari Pemerintah Indonesia.
Global Reporting Initiative (GRI) dan format-format lainnya. Menjadi standar pelaporan implementasi pembangunan berkelanjutan.
Audit independen dari system pengelolaan lingkungan PTFI menyimpulkan bahwa program pengelolaan batuan penutup “sangat terintegrasi” dan “konsisten dan praktik internasional”.
Sertifikasi “Wildlife at work” dari Wildlife Habitat Council – USA (2011) atas berbagai program reklamasi dan keanekaragaman hayati. Sertifikasi ini menunjukkan bahwa PTFI berkontribusi terhadap pelestarian habitat satwa liar di area kerja PTFI.
Ecological Risk Assesement (ERA) untuk mengkaji dampak system pengendapan pasir sisa tambang (SIRSAT) di ModADA terhadap kesehatan manusia, biota akuatik, tanaman dan kehidupan liar. Studi ERA PTFI merupakan studi terbesar yang dilakukan oleh perusahaan swasta, dan hasilnya telah dipresentasikan kepada para pemangku kepentingan pada tahun 2002.
Kualitas pada titik penaatan pasir sisa tambang (SIRSAT) dan 3 titik penaatan di laut telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 431/2008 mengenai pengelolaan tailing di ModADA.
Laboratorium Lingkungan TImika (TEL) diregistrasi Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2010 sebagai Laboratorium Lingkungan Hidup Rujukan dimana pengambilan contoh (sampling) termasuk dalam lingkup yang diakreditasi.
Pengelolaan pasir sisa tambang (SIRSAT)
Upaya pencegahan dan pengendalian air asam batuan dilaksanakan secara terpadu. PTFI melakukan pengelompokkan jenis batuan penutup dan menempatkan batuannya secara selektif sehingga dapat meminimalkan pembentukan air asam batuan. Air asam batuan yang terjadi dikumpulkan dan penetralan air asam batuan dilakukan dengan menambahkan kapur.Perpanjangan MoU penggunakan Pasir Sisa Tambang (SIRSAT) sebagai bahan konstruksi pembangunan inftrastruktur. Pemerintah provinsi Papua dan PTFI telah memperpanjang MoU pada tahun 2011 untuk penggunaan pasir sisa tambang sebagai bahan konstruksi dalam pembangunan infrastruktur provinsi dan pasir sisa tambang juga telah digunakan sebagai bahan konstruksi dalam pembangunan jalan dan jembatan di Mimika. Sebagai bagian dari pelaksanaan MoU tersebut, PTFI telah melakukan pengiriman lebih dari 460.000 m3 tons SIRSAT sebagai bahan konstruksi ke Merauke, berbagai proyek pembangunan di Timika dan di wilayah proyek PTFI.
Kualitas pada titik penaatan SIRSAT dan 3 titik penaatan di laut telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 431/2008 mengenai Pengelolaan Tailing di ModADA.
Biaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan 2012 sejumlah USD 101 juta dan terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Reklamasi
Rencana reklamasi PTFI didasarkan pada rencana reklamasi 5 tahun PTFI yang telah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.Pada tahun 2012, PTFI telah mereklamasi : 30,1 Ha area batuan penutup, sehingga total daerah tambang yang telah direklamasi seluas 291 hektare; 14,2 Ha area pengendapan pasir sisa tambang (SIRSAT) sehingga total daerah pengendapan yang telah direklamasi adalah seluas 659 hektare; 6,8 Ha daerah pesisir, sehingga total daerah pesisir yang telah direklamasi seluas 74 Ha. Menanam lebih dari 68.000 pohon bakau sebagai kelanjutan dari program 2004-2009.
Melakukan kajian mengenai reklamasi SIRSAT dan pendirian plot demonstrasi di daerah deposit SIRSAT menunjukkan bahwa SIRSAT dapat direvegetasi dan ditanam ulang dengan tanaman-tanaman lokal hutan ataupun pertanian. Bahkan, rekolonisasi alami terjadi dengan cepat. Saat penmabngan telah selesai dilakukan, area pengendapan SIRSAT akan direklamasi dengan teknik yang sesuai yang ditetapkan melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial.
Merkuri maupun Sianida tidak digunakan PTFI. PTFI menggunakan proses pengapungan untuk memisahkan mineral yang mengandung tembaga dan emas dari batuan serta tidak menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun dalam proses utamanya.
Mengoperasikan 3 tempat pembuangan akhir dan 10 pabrik pengolahan pembuangan sepuluh Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Domestik. PTFI sudah memperoleh izin pembunagan limbah cari untuk seluruh IPAL yang berlokasi di area kerja PTFI. Sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin yang diberikan, pemantauan dan dilaporkan dilakukan secara periodic.
Mengirimkan 2.439 ton dari limbah B3 dari kegiatan-kegiatan pendukung seperti perbengkelan, rumah sakti, laboratorium uji dan kegiatan pendukung lainnya ke PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) Cibinong, PT Wastec-Cilegon dan pendaur ulang lain untuk proses pengolahan dan pembuangan lebih lanjut.
Vegetasi
Telah ditanam di dalam dan di luar area perusahaan sebagai bagian dari program One Billion Indonesia Trees (OBIT) sebanyak 3 juta bibit pohon.Mengumpulkan 157.000 bibit tanaman local untuk kegiatan reklamasi di lokasi kegiatan tambang.
135 jenis tanaman berhasil tumbuh di tanah yang mengandung pasir sisa tambang (SIRSAT) Lebih dari 500 spesies tanaman tumbuh secara alami di lahan SIRSAT. Pemantauan suksesi alami ini terus berlanjut dengan melibatkan Universitas Negeri Papua.
Mengumpulkan dan menganalisa lebih dari 15.000 sampel lingkungan dengan lebih dari 160.000 analisis individu per tahunnya.
Daur ulang
Produksi kompos dari sampah organic sebanyak 256 ton. Kurang lebih 136 ton baterai bekas dikirim ke pabrik daur ulang. Proyek Biodiesel telah diresmikan dan dioperasikan. Bahan baku untuk biodiesel diperoleh dari minyak goreng sisa messhall. Biodiesel yang dihasilkan digunakan sebagai campuran bahan bakar beberapa kendaraan ringan di area kerja PTFI.Pendidikan lingkungan
Mendidik 3.413 pelajar, 1685 pemuda dan 23 siswa magang mengenai pengetahuan dan kesadaran lingkungan. PTFI berkontribusi terhadap kurikulum pendidikan lingkungan hidup di tingkat SD dan SMP di Kabupaten Mimika.Materi system manajemen llingkungan PTFI juga diberikan dalam pelatihan penyegaran tahunan yang dilaksanakan bersamaan dengan pelatihan K3. Sampai akhir tahun ini, karyawan yang telah mengikuti pelatihan ini adalah sebanyak 13.745 orang. Pelatihan lingkungan juga dilaksanakan untuk karyawan baru di dalam progam pelatihan New Hire and Specific Induction untuk diarea dimana para kayawan tersebut akan bekerja. Hingga akhir tahun ini, pelatihan telah diikuti oleh 8.517 karyawan.
Menyelenggarakan progam alam lestari yang merupakan hasil kerjasama dengan Dinas Pendidikan & Kebudayaan (P&K) Mimika, Badang Lingkungan Hidup (BLH) Mimika, Yayasan Pendidikan Jayawijaya (YPJ) dan Kontraktor. Program Alam Lestari bertujuan untuk membangun kepedulian dan pengetahuan tentang lingkungan, menciptakan kesadaran berwawasan lingkungan dan mencari duta lingkunga untuk Kabupaten Mimika.
SMP YPJ di Kuala Kencana mendapatkan penghargaan dari KLH sebagai Sekolah Nasional Adiwiyata (ECO-School) pada tanggal 7 Juni 2011 di Jakarta. PTFI juga terus membantu SMP local di Timika untuk menyiapkan untuk program Ecoschool tahun 2012.
Menerbitkan buku seri Keanekaragaman Hayati: “The Freshwater Fish of the Timika Region, New Guinea”, “The Birds of Mimika”, “The Butterflies of Mimika”, “Biodiversity of Papua”, “Freshwater Crustacea” dan “Mangrove Estuary Crabs”.
Sebagai bagian dari program pelestarian lingkungan hidup, terutama flora dan fauna, PTFI bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah Papua (BBKSDA) dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga telah melepaskan satwa-satwa endemic Papua ke Habitatnya.
Kontribusi Freeport Indonesia
Sebagai mitra jangka panjang Indonesia yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan komunitas lokal, Freeport Indonesia telah berinvestasi sebesar US$7,7 miliar dalam infrastruktur selama 45 tahun di Indonesia.Berdasarkan riset yang diadakan oleh Universitas Indonesia, sampai saat ini usaha PTFI mewakilkan 1,59% dari semua kegiatan ekonomi di Indonesia dengan 300.000 karyawan Indonesia dan keluarganya bergantung pada PTFI untuk kelangsungan hidup mereka. PTFI juga berkeinginan untuk terus berinvestasi dan menjadi bagian dari Indonesia untuk jangka waktu yang lama.
Pendapat saya tentang PT.Freeport
Indonesia :
Freeport adalah pertambangan emas terbesar dengan kualitas
emas terbaik di dunia.
Jadi menurut saya sangat disayangkan kalau sampai saat ini
freeport/pertambangan indonesia dengan kualitas terbaik itu msaih di kuasai
negara lain,seharusnya kita dapat sadar kalau itu milik kita yg sangat berharga
dan patutnya kita juga yg kelola itu dengan sebaik mungukin agar dapat
memajukan dan mensejaherahkan rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar